Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2020

Ruah

Boleh kalau kubagi senyumku untukmu hari ini? Aku belum berbagi dunia bahagiaku hari ini, dan memang ingin berbagi dunia hanya bersamamu. Makanya kusimpan rapat sampai sekarang—dan aku juga ingin tahu bagaimana duniamu hari ini, barangkali kamu butuh bahagiaku untuk melarung laramu. Tapi, itu pun kalau kamu mau, kalau tidak ya sudah aku simpan rapat duniaku; daripada harus berbagi dengan yang lain.

Ironi

Lagu malam tiba-tiba berputar di tengah hunian kesunyian. Ruhnya setengah sadar mengangkat telepon yang bergetar tidak sabar oleh seseorang di ujung telepon. "Halo," "Hmm, hey." "Selamat ulang tahun." "Haaaah," hp nya diulurkan dari telinganya untuk memastikan tanggal malam ini. "Terima kasih, sudah repot tengah malam hanya untuk ini." Itu senyum pertama di hari spesialnya. "Nanti sore, aku jemput, ya. Dandan yang cantik OK!" "Siap, bos!" "Selamat tidur lagi. Aku menyayangimu." "Aku tau dan aku juga menyayangimu."

Dilamarmu

Aku mau menjadi wanitamu, yang selalu diajak makan berdua denganmu, walaupun di pinggir jalan memakan nasi goreng kesukaanku atau sate kesukaanmu. Aku mau menjadi wanitamu, yang setiap pagi menanyakan ingin makan apa. Lalu katamu, apapun makanannya— kalau yang membuatkanmu aku pasti suka. Aku mau menjadi wanitamu, yang memelukmu erat saat kau ingin rebah dari lelah. Lalu kusisipkan kecupan hangat di pipimu dan berkata "Aku selalu di sini". Aku mau menjadi wanitamu, yang bersedia mendengar semua keluh kesahmu juga bahagiamu. Telinga, raga, mata, hatiku selalu ada untukmu. Aku mau menjadi wanitamu, yang setiap kau berangkat kerja aku mencium tangan kekarmu; yang pulangnya membukakan dasi kemejamu lalu menyiapkan air hangat juga makan malam untukmu. Aku mau menjadi wanitamu, yang hangat rumah dan dingin amarahmu hanya aku yang rasa—juga tawa dan isakmu hanya aku yang tahu. Aku mau menjadi wanitamu yang pundakmu memang kausediakan hanya untukku, yang tanganmu hanya mengusa

Kepalmu

Lagi, aku dengar gemuruh isi kepalamu. Berkali-kali kencang menderu Sangat berisik menelanjangi pikiranku. Kenapa tidak mengunjungiku sih, biar redam tidak menganggu. Kan kalau begini, aku jadi sibuk nanti menidurkan hatiku. Bagaimana bisa tenang dengan keadaanmu. Kalau ternyata ikut kalut memelukmu. Lain kali, buka mata hatimu Agar tahu ada seseorang yang membuang waktu sampai pagi untuk menunggumu. Memastikanmu aman dalam peraduanmu Atau kunci rapat-rapat jendelamu, Agar aku tidak tahu, tapi yang seperti ini, jujur—aku tidak mau. Paham?

Lekat

Kita butuh tubuh. Ruh-ku riuh Ruh-mu jenuh, Ke tubuhmu, aku teduh Ke tubuhku, kamu sembuh. Dari tubuhmu, aku penuh Dari tubuhku, kamu utuh.

Sepaket Sepakat

Sudah, ya. Jangan bertarung perihal merasa hebat. Bagaimana kalau kita mulai mengarung menjadi hebat bersama-sama? Sudah, ya. Redupkan sedihmu sekarang juga. Bagaimana kalau kita hidupkan lagi bahagia bersama-sama? Sudah, ya. Jangan ikut meluruh dalam lelahmu. Bagaimana kalau kita rebah sejenak dan meruntuhkannya bersama-sama? Sudah, ya. Jangan takutkan mimpi-mimpimu yang belum terwujud. Bagaimana kalau kita bersama-sama merajut mimpi menjadi berwujud? Sudah, ya. Jangan terus menggiringku. Bagaimana kalau kita saling beriringan saja? Sudah, ya. Jangan ingkar lagi dengan hatimu. Bagaimana kalau kita saling jujur dalam bertukar rasa? Sudah, ya. Jangan berdua terus dengan rutinitasmu. Bagaimana kalau kita mulai saja kesibukan untuk menua bersama? Sudah, ya. Jangan sibuk menjadi tulang punggung. Bagaimana kalau kita bertukar tulang saja? Aku yang menjadi tulang rusukmu dan kamu yang menjadi tulang punggungku. Sepakat? Jadi, jangan lagi khawatir tentang kesendirianmu, ya. Kita yang

Pak Pos

Sore ini akan kuantarkan pesananmu lewat Pak Pos. Seloyang jingga; Segelas hitam; Secangkir putih; Sepiring biru; Semangkuk merah jambu; Kecuali, semesta hidupku—hadiah ulang tahun yang akan kuberikan langsung untukmu. Malam nanti.