Ini menyakitkan: serupa kisah patah hati yang bahagianya hanya bergulir dalam mimpi. Secangkir teh sudah menunggu sejak setengah jam yang lalu, menunggu tuannya. Secangkir teh lain sudah habis, menunggu dituangkan kembali oleh pemiliknya. Seratus empat puluh satu menit sejak senja membenamkan dirinya, ada yang masih setia menunggu berjam-jam. Sampai tepat menit keseratus lima puluh, dirinya memutuskan pergi. Air mukanya tidak menunjukkan penyesalan, bahkan sama sekali tak ada rasa. Seperti dirinya sudah mati rasa. "Tunggu," ada yang menarik lengannya, ia berhenti. "sebentar saja untuk kali ini," ada yang memohon, hatinya bergetar melemah. Kamu bercerita soal dirimu dan keseharianmu, sementara aku tidak terlibat percakapan sama sekali, yang aku lakukan adalah terus menatapmu. Bergumam kagum. Nampaknya keseharianmu seperti sudah lebih indah dari keseharianmu dahulu. Aku turut gembira. Lantas, apa yang harus aku tunjukkan kepadamu? Karena kali ini aku sud