Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

Harus Kusebut Apa

Awalnya hanya sebuah rasa yang tak pernah larut dalam pikiran. Seketika semua berubah.  Rindu terdahulu telah mangkat dan kini sudah tandus. Aroma rasa hati sudah kadaluwarsa. Tak layak dibiarkan. Bahkan kepercayaan sudah pecah saat pola kejujuran yang kurancang setengah mati, tak sengaja kautumpahkan 'kopi' di atasnya.  Beritahu aku, tentang apa ini. Supaya tidak lagi terjebak dalam hal yang entah disebut apa.

Toleransi

Siang yang amat terik dengan pola pantulan sinar matahari yang tersebar merata. Rasa dahaga mulai menggelayuti tenggorokan, ditambah nuansa perlombaan yang semakin ketat. Perlombaan voli antara dua kelas yang tak kunjung usai tak menyurutkan semangat mereka, pemain dan supporter. "Semangaaaat, kalian pasti bisa dan kita akan menang!!! Yeee!!!!" jerit seorang murid kelas XII dari sudut lapangan. Pertandingan yang bisa disebut 'sengit' adalah pertandingan antara kelas XI dan XII, sekaligus terakhir di sekolah bagi kelas XII sebelum mereka memasuki semester II. Pukul 12:03 WIB dan sudah tiga puluh menit pertandingan berlangsung, sementara papan skor belum berakhir di angka 25 "Allahuakbar,Allahuakbar...Allahuakbar, Allahuakbar." Musik terindah mulai dilantunkan Sang Muadzin. "Alhamdulillah, Sami'na Wa Atho'na," ujar murid laki-laki yang langsung segera menuju masjid dan tak menghiraukan perlombaan yang tak kunjung usai. "Mau ke m

Rindu

Di antara ribuan kemelut rintik hujan, jari-jari ini belum mampu mendeskripsikan sebuah rindu. Rindu yang menjelma. Mengenyahkan segala. Aku tidak tahu asal mulanya bagaimana, dimana, kapan, dan mengapa. Yang kutahu adalah dengan siapa. Di suatu sudut ruangan yang tidak pernah seorangpun mengetahuinya, aku merasakan ada sebuah kehangatan. Kehangatan saat hujan melebat, bersama secangkir kopi dan sepotong roti coklat. Sesederhana itu. Seorang diri. Sedang apa, kau? Aku termangu di sini, menanti hujan reda supaya ia tak lagi menyuguhkan sebuah keharuman tanah yang malah membuat ruang oksigenku tersekat. Aku tidak bernapas seleluasa itu. Sedang apa, kau? Hujan masih tak kunjung reda, sementara di sudut ruang ini laba-laba sudah membuat rumah barunya. Sedang apa, kau?  Hujan masih menderas, memainkan alunan rindu yang frekuensinya tak bisa kudeskripsikan berapa Hertz. Tak akan pernah didengar, kecuali kepekaanmu yang dalam. Tapi, tidak. Sedang apa, kau?