Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Terbenam

Untuk teman saya yang merindukan seseorang. _____________ Melihat api bekerja. - Aan Mansyur. Ia membuka sebuah buku yang ada di genggamannya, lalu membacanya. Tapi, sejurus kemudian, ia menutupnya kembali. Mengulang satu kalimat awal pada subjudul dalam buku itu. Seakan melakukan instingnya, lalu memori memutar semuanya, kebahagiaan dahulu yang ia harapkan tidak akan pernah berlalu. Yang sempat disematkan kepadanya, dari seseorang yang belum berlalu. Memang. Seharusnya, bumi tidak memiliki banyak bulan. ( Menenangkan Rindu.- Aan Mansyur). Ia tersenyum lesu. Penegasan ulang kalimat itu terdengar begitu lirih. Lalu, perlahan ia bangkit dan pergi. Sekarang, ia sudah berada di sebuah danau, seolah tubuhnya mengerti bahwa yang ia inginkan saat ini adalah di sini. "Sedang apa?" Ia menoleh, mendapati seseorang di depannya menatap dengan perasaan setengah merindu. Ia mengabaikannya. "Sedang apa?" lelaki itu bertanya untuk kali keduanya. Namun, ia

Terima Kasih

Untuk teman saya yang masih mengingat secuil kisah masa lalu. _______________ "Beri tahu aku bagian persahabatan mana yang murni tanpa rasa?" Hanya kalimat itu yang masih bersemayam di dalam kepalanya. Bagian otak mana yang masih memberikan celah untuk mengingat kalimat itu, ia tak pernah tahu. Seakan logika dan perasaan telah membentuk satu garis dari titik keduanya. Ia tak pernah mengerti. Untuk kali ini, keduanya bersatu. Antara logika dan perasaan. Mengatakan 'tidak ada' mungkin adalah jawaban yang tepat dari kalimat itu. Seseorang mendekat pada sebuah labirin, di sana sudah ada seseorang yang lain, yang menunggunya sejak dua jam lalu. Matahari sudah terlalu lelah menunjukkan senyumnya, seketika temaram. Seolah hanya ia yang masih setia pada seseorang itu. Hingga menunggu dua jam lamanya.  Beberapa detik kemudian, mereka berdampingan. Tidak ada yang berani membuka percakapan. Setidaknya dia yang harus membuka percakapan dahulu, meminta maaf mungkin

Cuaca Hari Ini

Beberapa bulan yang lalu, saya mendapati diri saya, dan baru menyadari bahwa ada sepotong hati yang telah dicuri dari saya. Saya tidak tahu siapa pencurinya, tapi saya akan membiarkannya sampai ia mengembalikannya ke tempat semula. Kepada saya. Rintik hujan di luar sepertinya rindu membasahi tanah bumi. Lalu tumbuhanpun mau tak mau harus siap diselimuti oleh bulir-bulir hujan nanti. Siapapun akan menginginkan secangkir cappucino panas dicampur dengan sedikit lelehan coklat di atasnya. Begitulah persiapan saya terhadap ramalan cuaca hari ini. Tak sedikit awan-awan langit yang bercorak hitam. Kemudian sesekali, suara petir menyambar-nyambar. Biasanya, setiap menjelang petang, burung-burung mengharuskan suara kicaunya didengar orang lain. Apalagi angin. Untuk hari inipun dia tak memberi kado kesejukan apapun. Sekadar menyapa rasanya enggan. Jika dengan senja seperti ini, lalu bagaimana untuk malam nanti? Akankah malam mempersiapkan pertunjukkan indah untuk fajar di esok hari? Ra

Rembulan, Kembalillah...

Entah apa yang saya pikirkan. Tiba-tiba logika dipaksa pergi, entah butuh berapa jarak untuk melangkah, tidak tahu kapan kembali, hanya mengikuti arah. Rembulan di atas, tersenyum kepada saya. Andai disebelahnya bersama bintang. Tapi tidak apa, tetaplah seperti itu. Rembulan di atas, tetap menatap lekat tingkah saya, menghitung berapa lama saya mematung. Bersama rembulan.. Apa kabar Anda di sana? Apakah sedang ditemani rembulan juga? Atau Anda sedang membangunkan bintang dari peraduannya, agar rembulan tidak mengambil saya dari Anda. Haha. Mana mungkin. Sudah tiga tahun rasanya kita tidak pernah lagi bertegur sapa, setelah Anda memberitahu hal yang membuat ruang oksigen saya tercekat. Anda mencuri oksigen-oksigen saya. Anda mengembalikan keadaan seperti semula. Anda yang selalu menghabiskan sepotong roti di pagi hari, tapi Anda tidak pernah mencerna dan merasa roti apa yang selalu Anda makan. Anda memang berbicara apa adanya, lantas apakah Anda memikirkan ada apa denga