Terima Kasih

Untuk teman saya yang masih mengingat secuil kisah masa lalu.

_______________

"Beri tahu aku bagian persahabatan mana yang murni tanpa rasa?"

Hanya kalimat itu yang masih bersemayam di dalam kepalanya. Bagian otak mana yang masih memberikan celah untuk mengingat kalimat itu, ia tak pernah tahu. Seakan logika dan perasaan telah membentuk satu garis dari titik keduanya. Ia tak pernah mengerti. Untuk kali ini, keduanya bersatu. Antara logika dan perasaan. Mengatakan 'tidak ada' mungkin adalah jawaban yang tepat dari kalimat itu.

Seseorang mendekat pada sebuah labirin, di sana sudah ada seseorang yang lain, yang menunggunya sejak dua jam lalu. Matahari sudah terlalu lelah menunjukkan senyumnya, seketika temaram. Seolah hanya ia yang masih setia pada seseorang itu. Hingga menunggu dua jam lamanya. 

Beberapa detik kemudian, mereka berdampingan. Tidak ada yang berani membuka percakapan.

Setidaknya dia yang harus membuka percakapan dahulu, meminta maaf mungkin bisa memecah sunyi di sini. Hati seorang perempuan berteriak dengan egonya, namanya Ranu. Ia tak pernah meminta atau menuntut sesuatu kepadanya. Kepada seseorang yang memberikan sebuah pertanyaan—beritahu aku bagian persahabatan mana yang murni tanpa rasa?

"Sudah lama? Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu menunggu. Dia sangat membutuhkanku," lamat-lamat ia berbicara. Arya adalah namanya.

Ranu menghela napas panjang.

"Kau selalu seperti itu, tidak pernah tahu bagian mana yang paling menyedihkan," Ranu membalikkan tubuhnya, menghela napas panjang lagi, "kau tak pernah mengerti."

Percakapan itu terhenti sampai pada kalimat terakhir yang Ranu sampaikan. Lalu, perempuan berkacamata itu pergi dan tak menuntut pembicaraan, sekalipun Arya megejarnya, ia tetap hanya ingin dimengerti. Itu saja.

Saya bukan bagian dari persahabatan yang murni tanpa rasa. Saya terlalu berharap. Ranu kembali berbicara dalam hati. Lirih.

Sementara, Arya yang semula datar, seperti menabrak sebuah gelombang, ada sebuah desiran hebat yang mendorong tubuhnya untuk menemui Ranu. Sahabat terbaiknya. Satu-satunya, sejak sepuluh tahun lamanya. Arya seperti mendengar ada sebuah monolog dalam diri seseorang yang baru saja pergi.

Mereka kembali berpapasan.

"Untuk apa kembali?" Air muka Ranu berubah masam, ia seperti sudah ikhlas melepaskan sebuah balon yang di dalamnya berisi ratusan harapan rahasianya. Balon dan ratusan rahasia itu kembali turun, namun tanpa bentuk, pecah, dan menjatuhkan harapan-harapan yang lain. Yang harus kembali ia pungut.

"Kau akan tetap menjadi sahabat terbaikku. Maafkan aku," Arya berbicara dengan lugas, ia memberanikan matanya bertemu dengan mata Ranu. Ranu sudah menduganya, bagaimanapun, Arya hanyalah sahabatnya. Just a friend, Ran.

"Terima kasih."

Ranu kembali tersenyum, meskipun tidak mengerti untuk hal apa. Bagian dari dirinya yang dulu sulit diterima, kini sudah kembali, antara logika dan perasaannya. Seperti senja yang kembali tersenyum kepada mereka, menuangkan secangkir kerinduan dalam persahabatan. Kehangatan itu pecah seketika.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang

Menamu

Mati Suri