Postingan

Pulang

ACT 1 1. INT – KERETA – SORE   Ranu merenung di dalam kereta menikmati pemandangan luar dengan pandangan kosong. Beberapa detik kemudian, handphone-nya berbunyi dan pesan teks muncul.   ARYA (Pesan Teks) Udah sampe?   Ranu tidak menghiraukannya. Ia menghela napas pendek.   2. EXT – STASIUN – SORE   Ranu keluar dari gerbang stasiun membawa sebuah koper. Pandangannya terlempar ke sana ke mari mencari angkutan yang bisa membawanya menuju tujuan.   BAPAK TUA Mau diantar, Mbak? (sambil tersenyum)   Ranu menoleh ke arah Bapak Tua yang turun dari becak.   RANU Bisa tolong antar saya ke alamat ini, Pak? (menyodorkan sebuah alamat)   BAPAK TUA Oh, bisa, Mbak. Mari saya antar.   Ranu tersenyum dan lekas naik becak.   3. EXT – JALAN – SORE Di atas becak ranu menggenggam handphone. Ia gelisah akan sesuatu. Berkali-kali ia menulis kata Lelah dalam ruang chat Arya. Setelahnya dihapus kembali. Berkali-kali sampai ia memutuskan untuk menghap

Lebaran

  1. INT – RUMAH (RUANG TENGAH) – PAGI   Ahong memasuki rumah setelah selesai shalat Ied, ia meletakkan pecinya di atas meja.   Ahong mencari handphone -nya dan segera menghubungi ibunya yang jauh di Jawa. namun, tidak kunjung mendapat jawaban.   Ahong termenung sejenak memikirkan kabar ibu dan keluarga di sana.   2. INT – RUMAH (RUANG TAMU) – PAGI   Ahong menyiapkan makanan berat yang ia bawa dari dapur dan meletakkannya di Smeja. Lalu, ia menata makanan-makanan khas lebaran beserta banyak angpao yang sudah ia taruh di sakunya.   3. EXT – TERAS RUMAH – PAGI Segerombolan anak-anak datang menyerbu rumah Ahong dan langsung masuk dengan penuh riang.   ANAK-ANAK Assalamualaikum, Kak Ahong (suara anak-anak serempak).   Ahong menyambut anak-anak dengan senyum yang mengembang.   AHONG Wah, sudah rame. Yuk masuk, yuk. Boleh dimakan, ya, Adik-adik. (sambil menyalimi anak-anak)   Anak-anak berebut tempat duduk dan langsung mengambil makanan deng

Paradoks

Kepalamu meminta bahuku, Suaramu menangisi telingaku Lelahmu menitah waktuku, Aku izinkan, tapi tidak lagi kuinginkan.

Menamu

Satu per satu kau sulamkan, Bahuku yang retak tak karuan Sakitku diantar dalam dekapan Kau kembalikan nyaman, "Berikan payah dan lelahmu, biar ia jera dan kupenjara berbulan-bulan" Tegasmu, "sampai sedihmu berganti peran."

Menjamu

Diam-diam kuselam Pelikmu ke pelukku dalam-dalam Rupamu terlalu muram, Kubisikkan paham, "Biarkan lebammu redam olehku dan surammu tenggelam dalamku" Tambahmu, "sampai malamku memburam."

Mati Suri

Hampa aku menari riang. Mengabarkan lama yang tak pulang. Damai aku menyanyi merdu. Mengabaikan serak sesak dalam belenggu. Payah aku memulas gembira. Memapah bahagia yang hampir dilupa. Hangat aku melebur di bibir laut. Menawar mesra yang diikat takut. Mati aku suri sendiri. Menanggal duri seorang diri.

Tahun Kelima

Dari semestaku, dunia harus tahu. Hey, betapa banyak waktu sudah kita lalui. Betapa banyak luka dan air mata, tawa dan bahagia, isak dan tangis yang hidup di dalam cerita kita. Rasanya lucu sekali saat itu, saat setahun terakhir aku berada di masa putih abu-abu, lalu kamu datang tiba-tiba. Kita memang tidak pernah sedekat embun dan daun, juga seerat nadi yang saling berdenyut— kita hanya pernah menjabat menjadi teman selama satu tahun masa akhir putih biru. Meskipun beberapa kali kita pernah saling bertukar pesan untuk sekadar meminta follow di masing-masing akun media sosial kita saat itu, tapi kita tidak pernah bertukar kabar. Lalu, saya yang selalu membenci bercanda mengenai perasaan, diyakinkan olehmu bahwa ternyata kamu memang benar-benar menyayangiku. Lucu sekali, ternyata semesta punya rahasia tentang kita. Dua manusia yang tidak pernah saling bertegur sapa apalagi bertemu— sudah dipisahkan sejak lulus masa putih biru, lalu menjadi sepasang dan saling sayang. Aku selalu inga

Riuh Rendah

Harus berapa kali lagi menyelinap dan menginap di palung milikku? Apa lagi yang akan dicari? Aku tidak tahu bagaimana keheningan masih menyelimutimu bersama ragu, ratusan kali sendumu merayuku. Lalu aku layu. Banyak mimpi di kepalaku, yang satu persatu sudah kupecahkan dan kubagi kepadamu. Kuberitahu agar kamu tahu, sukur-sukur mimpiku benar-benar dibersamaimu.

Usah Usai

Mendengar lalu mendengar, denyutku bersungut sungguh memintamu. Tualanglah bersama tulang-tulangku, nanti kita seduh kebahagiaan agar mendaging di darahmu. Rengkuh tubuhku dalam-dalam. Kepal segala aral yang kau rasa kekal membersamaimu, lalu nadi-nadi satu bersemedi menghajar rapuh. Berkali-kali detakku meledak dikecup dan dikecap jejak tubuhmu. Hangatku kembali tumbuh.