Kemarin, sore hari ditemani langit. "Ada yang harus kita tanggalkan, meskipun tinggal tetap ingin menetap!" Suaranya parau beradu dengan burung yang berkicau. Aku tidak mau mendengar juga tidak ingin mengiyakan. "Tapi, tidak usah dipaksa, nanti yang ada kamu tersiksa," ia menghela napas sejenak, "mengalir saja, tanpa harus berpura-pura," lanjutnya. Pikirku, sok tahu sekali ia tentang keadaanku. "Mau bagaimana pun memang tidak ada yang pernah benar-benar lupa, yang ada hanya memilih untuk tidak mengingat luka." Lagi-lagi, lancang sekali. Tidak kupedulikan, biarkan saja ia tetap berbicara. Kuhangatkan kembali isi kepalaku dengan melanjutkan membaca buku dan sesekali menyeruput teh hangat. "Bahagianya boleh kau bagi, sukanya boleh kau rasa, tapi simpan saja untukmu sendiri. Tidak untuk yang lain." Semakin kurang ajar! "Memangnya kenapa?!" "Manusia mana yang bersedia dibahagiakan atas kepura-puraan. Setiap orang sel