Mimpi Kita

Kita hanya dua dari milyaran insan yang berdiri menunggu waktu—saling mengizinkan sebuah pertemuan. Meski hanya pertemuan singkat, mimpi kita sudah terlalu padat sampai tidak bisa lagi dimuat dan disimpan rapat-rapat. Hingga pada suatu hari, kita saling membenci atas ketidakbersamaan. Bukan karena waktu yang terlalu singkat untuk didamba, tetapi tentang seluruh mimpi-mimpi yang belum dituntaskan menjadi nyata. Mungkin juga kita saling merindukan bagian yang tak lagi bisa dilalui bersama, tetapi masih sanggup menatap mimpi dan mewujudkannya—meski hanya seorang diri.

Di hadapan semesta, kita layaknya angin yang sibuk mengembara ke sana ke mari mencapai tujuan, tanpa tahu kapan berhenti. Tidak peduli. Seperti memori yang dipaksa kembali atau mimpi-mimpi setinggi langit yang sulit diraih, hilang dan menjadi usang di antara keraguan. Tetapi, tetap hidup di antara harapan.

Kita sebenarnya sedang bermain sandiwara di hadapan waktu. Menebak-nebak apa yang akan terjadi,  mungkin akan menyerah atau berusaha merayah waktu agar kembali. Tapi waktu tidak peduli, ia terus berjalan.

Sudah selesai dengan sandiwara dan mimpi-mimpi?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang

Menamu

Mati Suri