Peruntuh

Bukan perihal mudah ketika seluruhnya telah rapuh, perlahan jatuh; tak lagi utuh.

Ketika langit berseru dengan gemuruhnya—mengisyaratkan tanda di atas sana—yang sulit diterka, sulit dibaca. Ada Anda terduduk manis, membawa sepucuk surat di genggaman yang terlihat jelas dari kejauhan. Entah kali ini kabar burung yang membosankan, atau fakta mengejutkan. Mimik dan gestur Anda sama dengan langit kali ini: sulit diterka.
Saya berjalan maju menuju Anda yang terpekur menikmati sendu senja, semakin mendekat dengan gontainya. Entah untuk kali ini, sakit dan luka saya sudah kunjung pulih setelah ratusan hari kita membiarkan menutup diri, tidak bertemu, tidak bertatap, tidak  berbincang. Terakhir kali, Anda benar-benar membuat saya remuk, kalau boleh saya ibaratkan, Anda memberi sebuah bingkisan cantik, yang di dalamnya berisi kisah antik dengan luka berlurik-lurik. Tapi, saya yakin, untuk kunjungan kali ini tidak akan ada luka lagi, sebab Anda sudah berbahagia, begitupun dengan saya. Saya percaya. Semuanya telah berubah. Jadi, tidak usahlah khawatir, khawatirkanlah dirinya, karena Anda sedang bersama saya. Saya tidak ingin menerka lagi, kisah silam kelam dalam-dalam. Bersama Anda, semua berputar-putar kembali, membuat sesak dan pengap menguap tanpa ada ucap.

Pertengkaran hebat kali ini datang menjadi tamu malam yang sangat menyakitkan. Mau tak mau saya harus menjamunya. Apa yang membuatnya datang, saya tidak mengerti. Tiba-tiba saja ia berlagak menjadi antagonis dan saya sebagai protagonisnya hanya bisa meringis. Terlampau perih rasanya ketika Anda bercerita untuk kali pertama mengenai dia yang sejak lama Anda rahasiakan—masa lalu Anda. Lalu, untuk kali pertama dia membawa kabar untuk Anda, bahwa dirinya kembali dengan secercah rindu-rindu yang siap mencerah. Adakah perihal lain yang lebih mencekat, karena kenyataannya Anda tak bisa melakukan apa-apa. Anda kali ini benar-benar menjadi jahat yang sejahat-jahatnya. Satu-persatu semua merapuh, sudah tidak terbilang berapa persen keutuhan yang luruh saat ini.
Dan sekarang, di sini, duduklah, kali ini saya yang akan menjadi pendengar amat baik; percayalah saya tak akan membawa Anda pada ruang rasa yang lebih resah, kepada masa yang telah sepenuhnya punah dan mengering dari kisah patah hati yang basah. Untuk kali ini saya yang akan mengalah, perihal sakit yang kerap melahap luka yang masih tertancap. Tak apa, sekarang duduklah, dan izinkan saya mengetahui apa yang terjadi kali ini.
Tatapan Anda memecah kekakuan. Dengan lugas Anda bebicara, dan dengan keras telinga saya berusaha memahaminya.

Jadi, seperti itu? Tentu saya tidak mengerti. Perempuan yang dulu sempat ditinggalkan, sekarang diminta untuk kembali menjadi yang tunggal. Objek manalagi yang akan dibidik dan ditindik? Berhari-hari mati-matian mencoba menanggalkan yang dulu dipertahankan, demi menjadi utuh perlahan-lahan. Dan sekarang, biarlah ombak menggulungmu, dan karang menampar telak pipimu, lalu dengan kesediannya angin mengusirmu jauh-jauh. Karena, saya datang sebagai pendengar, bukan penawar.

Selamat tinggal, peruntuh.

Komentar

Unknown mengatakan…
Kayak kenal alur ceritanya ian(?)
Unknown mengatakan…
Wih keren ian, maknanya ituloh ngena bet, tapi ada kata2 yang agak rancu menurut gua(cari aja sendiri ya), overall bagus lah, lebih suka ke maknanya,wkwk

#udahkomennih

Postingan populer dari blog ini

Pulang

Menamu

Mati Suri