Ribuan Hari yang Lalu
Tengah malam ini, saya terbangun.
Mencerna pembicaraan Anda tentang kita yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya.
Membelalakkan mata pada ponsel yang selalu menjadi pusat pandangan saya kala
terbangun adalah kebiasaan rutin. Menumpahkan setiap bahasa, dan menulis
tentang kisah yang belum pernah saya rasakan juga menjadi harapan kecil yang
tersimpan rapih dalam catatan harian saya. Anda bilang, saya dan Anda akan menjadi
kita. Tapi, saya tak menemui titik temu itu juga. Malah, saya masih menemui seseorang
yang telah pergi mendahului Anda di sudut tatapan kita―dia masih terapit di mata Anda.
Jujur, saya membenci hal ini.
Sepertinya, kita terjebak di dalam persimpangan. Kita masih terhanyut dalam
perasaan dulu, yang sudah basi. Anda masih terlalu serius dan mengunci ruang
itu―di dalamnya, ada seorang perempuan mungil berambut panjang.
Sementara, saya masih tercekat pada sosok yang selalu menyikat habis pikiran saya.
Kita selalu berpapas paras, tapi
tidak benar-benar waras membayangkan hal ini terjadi tanpa syarat. Anda masih
begitu abu-abu, hingga saya sulit memilah dan mengartikan Anda yang masih
bersama dia atau telah datang kepada saya. Seperti biasanya, saya menemui Anda di
tengah persimpangan itu, yang setiap sudut persimpangannya dipenuhi lampu yang
tak pernah lelah mengedipkan cahayanya. Tapi kali ini, saya tidak melihat paras
cantik itu yang selalu menyita sorotan mata Anda. Apakah Anda sendiri? Jangan tanya dari mana saya tahu, karena sejak lama saya memperhatikan seluruh yang ada pada Anda—dari ujung jalan itu— dan saya berusaha untuk tidak peduli dan
berpura-pura tuli. Namun, tetap saja sorotan itu mengendap di mata saya.
Untuk Anda yang berkacamata: berusaha memberanikan diri untuk tidak menaruh banyak harapan, berusaha untuk
tidak cemburu; untuk tidak mendengar dan untuk tidak mengejar bayang yang
terlalu hitam. Ada beberapa kata dari Anda yang masih berdiam di otak saya, diikuti Anda yang juga berlalu-lalang di tengah kusutnya pikiran ini; ditambah perasaan samar yang entah harus
dibiarkan atau dikejar. Memang sulit dipercaya, tidak ada frekuensi yang
bergerak begitu cepat saat ini. Semua seperti kosong, tak ada yang harus diperjelas.
Saya menyempatkan pusat mata untuk
membaca setiap kalimat yang berjejer rapih di hadapan saya. Ponsel ini mulai
dipenuhi pesan singkat Anda, dan nama Anda menjadi tokoh utama diurutan kotak
masuk. Bukan itu saja, tawa kecil Anda juga mengisi sunyi di antara dua ponsel
yang berhubungan jarak jauh. Ada perasaan nyaman, namun, Anda membiarkan kenyamanan itu
menunggu. Sampai detik ini, tak ada kita.
"Beritahu segera di mana titik temu itu."
Dariku yang tak
berhasil mengusir sesisir rasa abu yang masih mengelabu.
Komentar