Rindu Sebatang Kara

Tentu dengan tidak tiba-tiba rindu entah  milik siapa muncul dan menjelma sebagai rasa termanis, dan rasa paling dominan yang melingkar dalam benak saya. Saya tidak sadar saya sudah terjebak dan terus didesak untuk segera menemukan siapa pemiliknya, supaya rindu ini tidak sebatang kara.

Terhitung satu minggu, setelah Anda meninggalkan banyak jejak kentara pada pasir pantai. Pasir-pasir berdesir mengusir. Banyak burung-burung terbang di ambang langit, yang menggantikan posisi Anda. Dan, angin-angin sibuk memainkan lagunya—merdunya—yang menusuk sampai ke tulang rusuk. Tahukah Anda? Jejak itu masih terlukis jelas—bagaimana Anda melangkah dengan tegasnya, dan bagaimana Anda melihat saya terbakar panasnya mentari sore yang menyala-nyala—beserta ribuan rindu yang akan tumbuh kelak. Siapapun tahu, bagian yang paling menyedihkan adalah ketika ditinggalkan dengan alasan harus melupakan. Ketika hari berganti dan matahari akan kembali terbenam, tapi saya sudah tak lagi mendapati Anda terduduk menatap senja. Pun tidak ada jejak Anda yang menandakan bahwa Anda sudah kembali. Untuk melihat batang hidung Andapun, saya tak lagi di beri kesempatan. Bahkan, lolipop yang manis sudah tinggal gagangnya. Seperti itu kiranya.

Rinduku akan tetap tumbuh dan utuh. Satu hal, rindu sebatang kara, rindu milik siapa?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang

Menamu

Mati Suri