Rindu

Di antara ribuan kemelut rintik hujan, jari-jari ini belum mampu mendeskripsikan sebuah rindu. Rindu yang menjelma. Mengenyahkan segala.

Aku tidak tahu asal mulanya bagaimana, dimana, kapan, dan mengapa. Yang kutahu adalah dengan siapa.

Di suatu sudut ruangan yang tidak pernah seorangpun mengetahuinya, aku merasakan ada sebuah kehangatan. Kehangatan saat hujan melebat, bersama secangkir kopi dan sepotong roti coklat. Sesederhana itu. Seorang diri.

Sedang apa, kau?

Aku termangu di sini, menanti hujan reda supaya ia tak lagi menyuguhkan sebuah keharuman tanah yang malah membuat ruang oksigenku tersekat. Aku tidak bernapas seleluasa itu.

Sedang apa, kau?

Hujan masih tak kunjung reda, sementara di sudut ruang ini laba-laba sudah membuat rumah barunya.

Sedang apa, kau? 

Hujan masih menderas, memainkan alunan rindu yang frekuensinya tak bisa kudeskripsikan berapa Hertz. Tak akan pernah didengar, kecuali kepekaanmu yang dalam. Tapi, tidak.

Sedang apa, kau?

Sampai hujan hanya bisa membuatku tertegun.

Sudahlah, kupikir pertanyaanku hanya menjadi angin lalu yang akan segera pergi. Tak mengapa. Sudah cukup.

Selamat malam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang

Menamu

Mati Suri